Fenomena bullying masih menjadi persoalan serius di dunia pendidikan, bahkan di tingkat sekolah dasar. Tak jarang, tindakan seperti mengejek, mendorong, atau mengucilkan teman dianggap hal yang lumrah dalam pergaulan anak-anak. Padahal, perilaku ini bisa meninggalkan luka psikologis mendalam yang berpengaruh hingga dewasa. Di sisi lain, anak yang menjadi pelaku bullying sering kali tidak memahami bahwa tindakannya menyakiti orang lain.
Mereka mungkin meniru perilaku dari lingkungan, atau merasa puas ketika bisa menunjukkan kekuasaan di depan teman sebaya. Melihat kenyataan ini, para ahli psikologi berupaya menemukan pendekatan yang tidak hanya menghukum pelaku, tetapi juga membantu mereka memahami perasaan orang lain. Salah satu pendekatan yang terbukti efektif adalah terapi empati: metode psikologis yang menumbuhkan kemampuan anak untuk mengenali, merasakan, dan menghargai emosi orang lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Adinar Fatimatuzzahro dan tim dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2017) menunjukkan bahwa terapi empati mampu menurunkan perilaku bullying secara signifikan pada anak usia sekolah dasar. Dalam penelitian tersebut, empat anak berusia 10–12 tahun yang memiliki kecenderungan melakukan bullying mengikuti serangkaian sesi terapi yang dirancang secara menyenangkan dan mendidik. Selama beberapa pertemuan, anak-anak diajak untuk memahami arti perasaan, mengenali dampak tindakan mereka terhadap teman, serta berlatih mengekspresikan emosi dengan cara yang lebih positif.
Kegiatan terapi dikemas dalam bentuk menonton film bertema kebaikan, bermain peran, mendengarkan cerita, dan berbagi pengalaman. Pendekatan ini membuat anak tidak merasa dihakimi, melainkan diarahkan untuk merasakan sendiri bagaimana menjadi orang yang disakiti. Hasil penelitian menunjukkan perubahan perilaku yang nyata. Skor perilaku bullying anak-anak tersebut menurun secara signifikan setelah mengikuti sesi terapi empati. Anak yang semula sering mengejek atau mendorong teman, mulai menunjukkan perilaku menolong, meminta maaf, dan menggunakan kata “tolong” serta “terima kasih” dalam interaksi sehari-hari. Efek positif ini bahkan tetap terlihat ketika dilakukan pengukuran lanjutan beberapa minggu kemudian.
Keberhasilan terapi ini tidak terlepas dari konsep dasarnya: empati sebagai fondasi karakter sosial yang sehat. Dengan belajar memahami perasaan orang lain, anak akan lebih berhati-hati dalam bertindak dan tidak mudah bersikap kasar. Empati juga menumbuhkan rasa saling menghargai dan memperkuat hubungan sosial di lingkungan sekolah. Menariknya, terapi empati tidak hanya bisa dilakukan oleh psikolog, tetapi juga dapat diterapkan oleh guru dan orang tua dalam keseharian. Orang tua, misalnya, dapat mengajarkan anak untuk selalu meminta maaf saat berbuat salah, mengucapkan terima kasih ketika menerima bantuan, atau membantu teman yang kesulitan. Hal-hal kecil seperti itu menanamkan nilai empati yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan karakter anak.
Di sekolah, guru dapat menayangkan video bertema persahabatan, mengajak siswa berdiskusi tentang perasaan tokoh dalam cerita, atau melakukan permainan peran yang mengajarkan pentingnya menghormati sesama. Cara-cara sederhana ini membantu anak menginternalisasi nilai kebaikan tanpa harus melalui pendekatan yang menggurui. Dalam jangka panjang, anak yang memiliki empati tinggi cenderung tumbuh menjadi pribadi yang peduli, bertanggung jawab, dan mampu mengelola konflik dengan bijak. Mereka lebih mampu menahan diri dari perilaku agresif karena memiliki kesadaran bahwa tindakan tersebut dapat menyakiti orang lain.
Terapi empati menjadi contoh bahwa perubahan perilaku tidak selalu harus dilakukan dengan hukuman, tetapi bisa melalui pendekatan yang lembut dan manusiawi. Di sinilah peran psikologi pendidikan menjadi penting — membantu membentuk generasi yang bukan hanya cerdas secara akademik, tetapi juga matang secara emosional dan sosial. Jika Anda tertarik untuk memahami lebih jauh tentang pendekatan psikologis seperti terapi empati, asesmen perilaku anak, atau layanan psikotes profesional, pastikan Anda mempercayakannya pada lembaga resmi yang berpengalaman.
Temukan layanan asesmen psikologi terbaik hanya di biro psikologi resmi Assessment Indonesia, mitra terpercaya untuk kebutuhan psikotes.
Sumber:
Fatimatuzzahro, A., Suseno, M. N., & Irwanto. (2017). Efektivitas Terapi Empati untuk Menurunkan Perilaku Bullying pada Anak Usia Sekolah Dasar. Jurnal PETIK, 3(2), 1–12.