Memuat...
12 November 2025 10:37

Intervensi Psikologis bagi Anak dengan Disabilitas Intelektual: Mengembangkan Kemandirian Melalui Pendekatan Behavioristik

Bagikan artikel

Setiap anak memiliki potensi dan keunikan dalam tumbuh kembangnya. Namun, sebagian anak menghadapi tantangan yang lebih besar, terutama mereka yang memiliki disabilitas intelektual, kondisi ketika kemampuan berpikir, belajar, dan beradaptasi dengan lingkungan berada di bawah rata-rata usianya. Dalam kondisi seperti ini, peran intervensi psikologis menjadi sangat penting untuk membantu anak mencapai kemandirian dan menyesuaikan diri dengan dunia di sekitarnya.

 

Mengenal Disabilitas Intelektual

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), disabilitas intelektual terbagi menjadi empat kategori: ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Anak dengan kategori sedang memiliki rentang IQ antara 40–55, yang berarti mereka masih bisa belajar dan berlatih, namun membutuhkan dukungan intensif dan pembelajaran yang berulang. Kementerian Kesehatan (Riskesdas, 2018) mencatat bahwa sekitar 3,3% anak usia 7–15 tahun di Indonesia mengalami disabilitas intelektual. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kemampuan akademik, tetapi juga kemandirian, penyesuaian sosial, dan perilaku sehari-hari. 

 

Tantangan Sehari-hari Anak dengan Disabilitas Intelektual

Penelitian yang dilakukan oleh tim dari Universitas Medan Area menggambarkan seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dengan IQ 50 dan usia mental 3 tahun 10 bulan. Anak ini mengalami kesulitan dalam konsentrasi, membaca, dan mengikuti aturan sekolah. Ia juga belum mandiri dalam hal sederhana seperti makan dan memakai pakaian. Kondisi seperti ini umum dialami anak dengan disabilitas intelektual. Mereka cenderung sulit fokus, lambat memahami instruksi, dan memiliki daya ingat jangka pendek yang lemah. Akibatnya, kegiatan sehari-hari sering membutuhkan pendampingan orang dewasa.

 

Pendekatan Behavioristik: Mengubah Perilaku dengan Pembiasaan Positif

Untuk membantu anak belajar menyesuaikan diri dan menjadi lebih mandiri, peneliti menerapkan pendekatan behavioristik, pendekatan psikologis yang berfokus pada pembentukan perilaku melalui penguatan (reinforcement) dan pembiasaan. 

Beberapa teknik yang digunakan antara lain:

  1. Modelling (Peniruan Perilaku Positif)
    Anak belajar dengan cara meniru perilaku yang dicontohkan oleh guru atau orang dewasa. Misalnya, guru memperagakan cara makan dengan tangan kanan atau cara memakai kemeja. Melalui pengulangan, anak mulai meniru dan menginternalisasi perilaku tersebut.

  1. Remedial Teaching (Pembelajaran Perbaikan)
    Materi belajar disampaikan dengan media menarik seperti buku bergambar dan alat peraga. Pembelajaran dilakukan perlahan, berulang, dan disertai ekspresi positif agar anak merasa nyaman dan termotivasi untuk belajar.

  1. Terapi Bermain (Play Therapy)
    Permainan seperti puzzle digunakan untuk meningkatkan konsentrasi, kemampuan memecahkan masalah, dan koordinasi motorik halus. Bermain juga membantu anak mengekspresikan emosi dan membangun rasa percaya diri.

  1. Positive Reinforcement (Penguatan Positif)
    Pujian, acungan jempol, atau tepuk tangan diberikan setiap kali anak menunjukkan perilaku baik. Bentuk penghargaan sederhana ini memperkuat kebiasaan positif dan membuat anak merasa dihargai.

Hasil yang Menggembirakan

Setelah tiga minggu intervensi, perubahan positif mulai terlihat. Anak mulai:

  • Makan dengan tangan kanan secara mandiri,

  • Memakai pakaian sendiri tanpa bantuan,

  • Lebih fokus belajar dan mampu menyelesaikan puzzle,

  • Mengucapkan salam, tolong, maaf, dan terima kasih dengan spontan.

Kemajuan kecil ini menjadi bukti bahwa intervensi psikologis yang tepat dapat membantu anak dengan disabilitas intelektual berkembang sesuai potensinya.

 

Peran Guru dan Orang Tua Sangat Penting

Intervensi seperti ini tidak bisa berhasil tanpa keterlibatan guru dan orang tua. Anak dengan disabilitas intelektual membutuhkan lingkungan yang sabar, konsisten, dan penuh dukungan emosional. Guru perlu menyesuaikan metode pembelajaran dengan kemampuan anak, sementara orang tua berperan melanjutkan pembiasaan di rumah.

 

Kesimpulan

Pendekatan behavioristik menunjukkan efektivitas tinggi dalam membantu anak dengan disabilitas intelektual meningkatkan kemampuan kognitif, kemandirian, dan penyesuaian diri. Melalui kombinasi modelling, terapi bermain, remedial teaching, dan reinforcement positif, anak-anak ini dapat mencapai kemajuan yang berarti dalam keseharian mereka.

Dengan dukungan dari lingkungan sekolah, keluarga, dan tenaga profesional psikologi, setiap anak—terlepas dari keterbatasannya—dapat berkembang, belajar, dan bahagia.

Assessment Indonesia adalah biro psikologi resmi yang menjadi pusat asesmen psikologi terpercaya, serta vendor psikotes terbaik di Indonesia.

 

Referensi:

Rahmi Lubis dkk. (2023). “Pendekatan Behavioristik untuk Anak Disabilitas Intelektual Sedang”.

 

Bagikan