Saat anak memasuki masa pubertas, tubuh mereka akan mengalami banyak perubahan yang signifikan. Sayangnya, banyak anak yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai proses ini. Tanpa pemahaman yang jelas, mereka akan kesulitan beradaptasi, yang bisa berisiko menyebabkan masalah psikologis yang berdampak jangka panjang. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan lingkungan untuk memberikan dukungan yang tepat agar masa pubertas tidak menimbulkan efek negatif yang bisa berlangsung lama. Berikut adalah beberapa bahaya psikologis yang mungkin dialami anak-anak selama masa pubertas.
1. Gangguan pada Konsep Diri
Salah satu bahaya psikologis yang umum terjadi pada masa pubertas adalah terganggunya konsep diri anak. Beberapa faktor yang mempengaruhi hal ini antara lain masalah pribadi dan pengaruh lingkungan. Pada masa kanak-kanak, anak biasanya memiliki harapan yang ideal tentang bagaimana penampilannya nanti saat dewasa. Namun, saat pubertas, perubahan fisik yang terjadi mungkin tidak sesuai dengan harapannya, dan ini bisa menimbulkan kekecewaan yang mengganggu pandangan mereka terhadap diri sendiri.
Selain itu, perilaku sosial anak yang cenderung menarik diri atau berperilaku antisosial turut mempengaruhi bagaimana orang lain memandangnya. Kurangnya dukungan sosial dari teman dan keluarga dapat memperburuk keadaan dan membuat anak semakin merasa negatif terhadap dirinya. Jika hal ini dibiarkan, anak bisa menjadi lebih tertutup, atau bahkan lebih agresif dalam merespons situasi sosial, dengan kemungkinan menumbuhkan rasa rendah diri yang mendalam.
2. Penurunan Prestasi
Peningkatan yang pesat pada aspek fisik selama pubertas seringkali disertai dengan penurunan energi dan semangat. Anak yang sedang mengalami pubertas sering merasa malas dan cepat bosan dalam menjalani aktivitas, termasuk kegiatan belajar. Biasanya, penurunan semangat ini mulai terasa pada kelas empat atau lima, saat anak mulai kehilangan antusiasme terhadap sekolah.
Akibatnya, prestasi akademik anak bisa menurun, karena mereka bekerja di bawah kapasitas mereka sebenarnya. Jika kondisi ini terus berlanjut, banyak anak yang tumbuh menjadi dewasa dengan prestasi yang rendah, baik di bidang akademik maupun pekerjaan.
3. Kurangnya Persiapan untuk Menghadapi Perubahan
Banyak anak yang tidak mendapat penjelasan yang cukup mengenai perubahan fisik dan psikologis yang terjadi selama masa pubertas. Kurangnya informasi ini bisa menjadi masalah besar, karena anak mungkin merasa bingung atau bahkan khawatir tentang perubahan yang mereka alami. Beberapa anak mungkin merasa malu untuk bertanya kepada orang tua atau teman-teman mereka mengenai hal ini, yang justru memperburuk perasaan cemas mereka.
Tanpa pemahaman yang memadai, anak bisa merasa ada yang salah dengan dirinya, terutama jika mereka mengalami pubertas lebih cepat atau lebih lambat dari teman-temannya. Perasaan ini bisa menyebabkan anak merasa terisolasi dan kurang percaya diri.
4. Kesulitan Menerima Perubahan Tubuh
Salah satu tantangan terbesar pada masa pubertas adalah menerima perubahan fisik yang terjadi pada tubuh. Banyak anak merasa kecewa atau bahkan malu dengan penampilan mereka karena tidak sesuai dengan harapan. Hal ini bisa lebih parah apabila anak-anak terpengaruh oleh standar kecantikan yang ada di masyarakat, yang mengharuskan mereka untuk memenuhi ekspektasi tertentu terkait penampilan tubuh.
Beberapa anak perempuan misalnya, mungkin merasa tertekan karena perubahan tubuh mereka dianggap tidak sesuai dengan stereotip feminin yang ideal. Hal ini bisa menyebabkan mereka merasa tidak nyaman dengan tubuh mereka dan lebih sulit untuk menerima perubahan tersebut.
5. Penyesuaian dengan Peran Seksual
Selain perubahan fisik, masa pubertas juga melibatkan penyesuaian dengan peran seksual yang lebih dewasa. Pada anak laki-laki, peran ini sering lebih jelas, dengan adanya harapan untuk menunjukkan sifat maskulin. Sementara itu, pada anak perempuan, penerimaan terhadap peran seksual sering kali lebih kompleks. Misalnya, menstruasi yang dialami perempuan bisa menjadi sumber ketidaknyamanan, dan perasaan bahwa mereka tidak memenuhi ekspektasi sosial terkait femininity bisa memperburuk kondisi psikologis mereka.
6. Penyimpangan dalam Pematangan Seksual
Anak yang mengalami penyimpangan dalam kematangan seksual baik itu pematangan yang terlalu cepat atau terlambat bisa menghadapi tantangan psikologis yang serius. Anak yang berkembang lebih cepat dari teman-temannya seringkali merasa tidak nyaman karena penampilan fisik mereka yang lebih dewasa dari usia sebenarnya. Hal ini bisa menyebabkan tekanan sosial dan kritik dari teman-teman atau lingkungan sekitar. Rasa benci dan rendah diri bisa meningkat akibat perbedaan ini.
Sebaliknya, anak yang matang terlambat mungkin merasa tertekan karena dianggap lebih muda dari usianya. Mereka sering kali merasa tidak cukup berkembang dibandingkan dengan teman sebaya, yang menimbulkan rasa cemas tentang kemampuan mereka untuk memenuhi ekspektasi sosial.
Namun, tidak semua anak yang mengalami penyimpangan dalam pematangan seksual mengalami masalah psikologis. Beberapa bahkan bisa mendapatkan keuntungan, seperti anak laki-laki yang matang lebih awal, yang bisa lebih mudah diterima dalam kegiatan sosial dan menjadi lebih populer. Biro psikologi Assessment Indonesia menyediakan jasa psikotes untuk berbagai kebutuhan asesmen psikologi untuk individu. Layanan kami dirancang untuk memberikan hasil yang akurat dan terpercaya.