Bullying atau perundungan di sekolah dasar bukanlah hal baru, tetapi dampaknya terhadap anak-anak sering kali jauh lebih dalam dari yang terlihat. Banyak anak yang menjadi korban merasa takut, cemas, bahkan kehilangan kepercayaan diri untuk berinteraksi dengan teman sebayanya. Di usia yang seharusnya dipenuhi dengan keceriaan, sebagian anak justru harus berjuang dengan luka emosional yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Di sinilah terapi menulis ekspresif (expressive writing therapy) hadir sebagai salah satu pendekatan psikologis yang efektif untuk membantu anak-anak memproses perasaan mereka.
Berdasarkan penelitian oleh Kinkin Karimah Nursyabani dan rekan-rekannya (2024) dari Universitas Pendidikan Indonesia, terapi menulis terbukti mampu menurunkan tingkat stres, meningkatkan kepercayaan diri, serta membantu anak-anak korban bullying menemukan kembali rasa aman dan bahagia di sekolah. Melalui kegiatan menulis, anak-anak diajak untuk menyalurkan pikiran dan perasaan mereka ke dalam bentuk tulisan. Tindakan sederhana ini ternyata sangat kuat dalam membantu mereka “melepaskan” emosi negatif yang terpendam, seperti kesedihan, kemarahan, atau rasa takut. Ketika anak menulis tentang pengalamannya, otak memproses kembali kejadian tersebut dengan cara yang lebih teratur, membantu mengurangi tekanan emosional yang sebelumnya terasa berat.
Penelitian ini juga menemukan bahwa kegiatan menulis tidak hanya membantu korban bullying mengungkapkan perasaan, tetapi juga memperkuat karakter positif dalam diri anak. Misalnya, beberapa sekolah menggunakan metode sederhana seperti meminta anak menulis kalimat positif, seperti “Saya anak baik, penyayang, dan berani” — sebagai bagian dari latihan membangun kesadaran diri. Meski terlihat sepele, latihan ini dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan memperbaiki cara anak memandang dirinya sendiri. Dari sudut pandang psikologis, terapi menulis memberikan ruang aman bagi anak-anak untuk berbicara dengan dirinya sendiri tanpa takut dihakimi.
Anak dapat menuliskan hal-hal yang mereka syukuri, pengalaman menyenangkan, hingga harapan mereka di masa depan. Kebiasaan ini bukan hanya membantu mereka melepaskan beban, tetapi juga melatih kemampuan refleksi dan berpikir positif. Menariknya, terapi menulis tidak hanya bermanfaat bagi korban bullying, tetapi juga bagi pelaku. Dalam beberapa program pendidikan karakter, anak yang terlibat dalam perilaku bullying diajak menulis tentang tindakan mereka dan dampaknya terhadap teman lain. Pendekatan ini membantu mereka memahami perasaan korban dan menumbuhkan empati, sesuatu yang sering kali hilang dalam interaksi sosial di usia dini.
Lebih jauh lagi, kegiatan ini mendorong kolaborasi antara guru, orang tua, dan tenaga psikolog dalam menciptakan lingkungan sekolah yang lebih sehat. Sekolah yang mengintegrasikan terapi menulis ke dalam kegiatan pembelajaran karakter biasanya menunjukkan penurunan kasus perundungan yang cukup signifikan. Anak-anak menjadi lebih terbuka, lebih peduli satu sama lain, dan lebih mampu mengelola emosi dengan cara yang positif. Selain manfaat psikologis, terapi menulis juga mendukung perkembangan kemampuan kognitif anak. Menulis secara teratur membantu anak mengorganisasi pikiran, memperkaya kosa kata, dan meningkatkan kemampuan berbahasa. Dengan begitu, terapi ini tidak hanya menjadi alat penyembuhan emosional, tetapi juga sarana pembelajaran yang mendukung perkembangan akademik anak.
Dalam dunia psikologi modern, terapi menulis termasuk dalam kategori intervensi berbasis ekspresi diri — metode yang sederhana namun efektif untuk meningkatkan kesejahteraan mental. Bahkan, penelitian internasional oleh Pennebaker & Chung (2011) menunjukkan bahwa menulis tentang pengalaman emosional dapat memperkuat sistem imun, memperbaiki suasana hati, dan meningkatkan kualitas tidur. Artinya, manfaatnya tidak hanya terasa di pikiran, tetapi juga berdampak pada kesehatan fisik secara keseluruhan. Mendorong anak untuk menulis tentang perasaan mereka berarti memberikan mereka alat untuk memahami diri sendiri.
Ketika anak mampu mengekspresikan emosi dengan sehat, mereka belajar mengelola konflik, menghargai perbedaan, dan menumbuhkan rasa empati terhadap orang lain. Inilah inti dari pendidikan karakter, membentuk pribadi yang kuat secara emosional dan bijaksana secara sosial. Namun, penerapan terapi psikologis seperti ini tentu perlu didampingi oleh tenaga profesional agar hasilnya maksimal. Guru dan orang tua bisa bekerja sama dengan psikolog untuk menyesuaikan metode menulis sesuai usia dan kebutuhan emosional anak. Setiap anak memiliki cara yang berbeda dalam mengungkapkan diri, dan pendekatan yang tepat akan membantu mereka menemukan suara yang paling jujur dari dalam hati mereka.
Apabila Anda ingin memahami lebih dalam tentang terapi psikologis, asesmen kepribadian, atau ingin memastikan kondisi emosional anak berkembang dengan baik, penting untuk melibatkan lembaga profesional yang kredibel.
Temukan layanan asesmen psikologi terbaik hanya di biro psikologi resmi Assessment Indonesia, mitra terpercaya untuk kebutuhan psikotes.
Sumber:
Nursyabani, K. K., Susanah, H., Nursidik, I., & Halimah, L. (2024). Pendidikan Karakter Melalui Terapi Menulis: Strategi Efektif Mengurangi Bullying di Sekolah Dasar. Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan, 9(4), 3382–3389. https://doi.org/10.29303/jipp.v9i4.2909